HARI MINGGU XVIII SESUDAH PENTAKOSTA
Minggu, 26 September 2021
Renungan Pagi
GB. 345 : 1 – Berdoa
MENGAMALKAN NILAI-NILAI PANCASILA
Ulangan 4 : 1 – 13
yang diperintahkan-Nya kepadamu untuk dilakukan, yakni Kesepuluh Firman (ay. 13)
Dalam bacaan ini, Musa bangga dengan ketetapan dan peraturan yang difirmankan TUHAN kepada umat-Nya, karena semangat keadilan yang sangat kuat mewarnai setiap butirnya (ay.8). Tidak ada ketetapan dan peraturan yang lebih adil dari yang difirmankan TUHAN. Karena itu, memberlakukan peraturan peraturan ini akan membuat umat hidup dalam damai sejahtera dan memuliakan TUHAN.
Ketetapan dan peraturan ini juga merupakan identitas kebijaksanaan dan akal budi umat TUHAN di tengah pergaulan antar bangsa (ay.6). Sikap maupun gaya umat TUHAN bergaul dengan bangsa lain dipandu oleh dan mencerminkan keadilan TUHAN yang terkandung dalam ketetapan dan peraturan-peraturan itu. Jadi, hidup berpegang pada ketetapan dan peraturan TUHAN bukan sekadar untuk mempersulit atau membebani umat, melainkan supaya semua pihak (baik TUHAN, umat dan bangsa-bangsa lain) diperlakukan dengan adil, sehingga terciptalah damai sejahtera di antara umat manusia.
Semangat keadilan yang menjiwai seluruh ketetapan dan peraturan TUHAN juga tercermin dalam Pancasila, yaitu dasar negara dan identitas kebijaksanaan dan akal budi orang Indonesia (local wisdom). Dalam setiap sila, diatur bagaimana setiap warga negara yang memberlakukan keadilan akan beroleh keadilan, baik dari sesamanya, negara dan pastinya Tuhan. Pancasila memang tidak sama dengan firman TUHAN. Pancasila juga bukan ‘pengganti’ Firman Tuhan bagi orang Kristen Indonesia. Namun demikian, ketika di dalamnya ada perjuangan untuk memberlakukan keadilan bagi seluruh umat manusia, di situlah TUHAN dimuliakan.
Dalam masa pandemi, berjarak secara fisik dengan sesama dan pembatasan sosial, tidak boleh membentuk kita menjadi individualis-tis. Sebab individualisme ini tidak akan menyelamatkan apa-apa atau siapapun. Karena itu, memberlakukan keadilan dapat menjadikan kita penyelamat kehidupan sosial bangsa ini, bahkan dunia demi kemuliaan TUHAN.
GB. 345 : 2,3
Doa : (Ya Tuhan, tolong mampukan kami dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila di masa pandemi)
HARI MINGGU XVIII SESUDAH PENTAKOSTA
Minggu, 26 September 2021
Renungan Malam
KJ. 5 : 1,2 – Berdoa
KETUHANAN YANG MAHAESA
Ulangan 4 : 14 – 20
TUHAN telah mengambil kamu dan membawa kamu…, untuk menjadi umat milik-Nya sendiri, seperti yang terjadi sekarang ini (ay. 20)
Menurut bacaan ini, seseorang dari umat Allah dikatakan berlaku busuk jika ia membuat patung yang menyerupai berhala apapun atau sujud menyembah dan beribadah kepada benda-benda langit. Karena sepatutnya ia hanya boleh beribadah dan menyembah TUHAN, Allah Israel yang menyelamatkannya. Dengan kata lain, orang sudah sepatutnya menyembah dan beribadah kepada Allah yang menyelamatkannya, bukan kepada yang lain. Jika teks ini dibaca dalam konteks kemajemukan agama di Indonesia, kita seharusnya dapat menerima orang lain yang berbeda keyakinan.
Di Indonesia, setiap warga negara harus mencatatkan agamanya pada Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pencatatan ini wajar bagi orang yang agamanya diakui negara, tetapi menjadi polemik bagi yang merasa, bahwa keyakinannya tidak terdaftar sebagai agama yang diakui negara, seperti aliran kepercayaan dalam suku-suku tertentu. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, perbedaan keyakinan ini sangat mudah dijadikan alasan untuk bertikai. Tidak hanya antar agama atau kepercayaan, bahkan di dalam satu agama pun, dapat terjadi permusuhan antar kelompok. Padahal, pengalaman setiap orang dengan Tuhan merupakan hal yang sangat pribadi, yang hanya dia dan Tuhannya yang tahu. Lucu jadinya jika ada orang yang diselamatkan oleh (yang diyakini sebagai) Tuhannya tetapi dipaksa atau dikondisikan untuk memeluk agama lain.
Bacaan ini mengharuskan setiap orang menyembah dan beribadah kepada TUHAN yang telah menyelamatkan dirinya. Sebagai orang Kristen, kita percaya Yesus menyelamatkan dari maut dan dalam kehidupan sehari-hari. Adalah busuk jika kita ‘menyembah’ materi atau oknum tertentu padahal mereka hanya-lah ‘alat’ yang dipakai Tuhan. Adalah busuk jika kita menjadi pemuja tanda-tanda alam padahal Allah-lah yang mengendalikan semuanya itu.
KJ. 5 : 3,6
Doa : (Ya Tuhan, tolong mampukan kami mengimani, bahwa hanya Engkaulah yang Mahakuasa di bumi dan di surga)
